BAB I
PENDAHULUAN
Pemalsuan uang tidak hanya terjadi pada saat sekarang akan tetapi sudah terjadi sejak masa lampau. Peredaran uang palsu ini tidak hanya melanda pada warga kota bahkan sudah mencapai ke seluruh pelosok tanah air. Kebutuhan uang tunai dalam jumlah besar untuk kampanye menjadi pintu masuk uang palsu (upal) ke masyarakat. Uang palsu adalah uang yang dicetak atau dibuat oleh perseorangan maupun perkumpulan/ sindikat tertentu dengan tujuan uang palsu hasil cetakannya dapat berlaku sesuai nilainya dengan sebagaimana mestinya.
Pada dasarnya uang rupiah hampir mustahil untuk dipalsukan, sebab uang palsu sangat mudah diidentifikasikan. Tapi kebanyakan masyarakat masih tertipu lantaran kurang mendapat sosialisasi tentang ciri-ciri uang palsu padahal bila diteliti lebih jeli lagi pasti bisa ketahuan. Seiring dengan perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang semakin canggih banyak orang pandai, akan tetapi kepandaian tersebut tidak diikuti dengan etika dan moral yang baik sehingga banyak orang yang memanfaatkan kepandaian tersebut untuk berbuat melanggar aturan negara.
Uang suatu negara bukanlah sekedar alat pembayar, tetapi juga simbol dari suatu negara yang merdeka dan berdaulat. “Uang adalah urat nadi atau sebagai darah perekonomian masyarakat. Tiap tahun Bank Indonesia meningkatkan kualitas untuk menghindari dari pemalsuan uang, karena uang palsu berpotensi menghancurkan perekonomian,” ungkap Djahari, Kabid Sistem Pembayaran BI Banjarmasin.
Bank Indonesia (BI) terus mengingatkan agar masyarakat lebih waspada terhadap kemungkinan semakin maraknya peredaran uang palsu menjelang pelaksanaan Pemilu ini, sebab sasaran peredaran upal kebanyakan masyarakat golongan ekonomi bawah karena diperkirakan mudah diperdaya. Kecanggihan para pemalsu uang palsu ini lantaran pelaku umumnya adalah residivis yang sudah keluar masuk penjara karena kasus uang palsu. Pemain lama punya pengalaman dan keterampilan, mereka sangat memahami metode pembuatan serta penyebaran uang palsu ke pasaran ditambah lagi mereka sudah mempunyai jaringan peredaran uang palsu.
Unsur-unsur kejahatan terhadap mata uang Republik Indonesia adalah meniru, memalsukan, mengedarkan, menyuruh mengedarkan, menerima, menyimpan, memasukkan ke Indonesia, mengurangi nilai, merusak, mempunyai persediaan bahan atau alat untuk memalsu, dan bahan-bahan logam (perak) yang dapat digunakan sebagai bahan untuk uang logam RI.
Dalam catatan BI, terjadi kenaikan jumlah uang palsu yang beredar pada tahun 2008 dibanding tahun 2007. Pecahan uang yang paling banyak dipalsukan adalah Rp 100.000,- polymer yang terbuat dari plastik terbitan tahun 1999. Bila hal ini terjadi terus menerus, maka dikhawatirkan rupiah akan merosot dan masyarakat enggan memegang uang rupiah karena tidak ada kepercayaan, akibatnya perekonomian akan stagnan. Untuk mengantisipasi maraknya peredaran uang palsu jelang pemilu maka BI akan menyiapkan langkah preventif dan represif, langkah preventif melalui sosialisasi tentang pembaharuan ciri-ciri uang dan edukasi kepada masyarakat (pedesaan dan daerah pinggiran) sedangkan langkah represif BI menjalin kerjasama dengan Mabes Polri , Peruri, dan perbankan serta BIN (Badan Intelijen Negara). Masyarakat perlu mengetahui lebih banyak mengenai ciri-ciri uang asli dan palsu.
BAB II
ISI
Jumlah Uang Palsu Meningkat Menjelang Pemilu
December 18, 2008 by Kota Medan Talk
Bank Indonesia memprediksi banyak uang uang palsu (upal) yang akan beredar menjelang Pemilu. Kebutuhan uang tunai dalam jumlah besar untuk kampanye menjadi pintu masuk upal ke masyarakat. Upal itu bisa saja digunakan untuk untuk pembelian kaos, stiker, spanduk, dan kebutuhan lainnya. Fenomena seperti ini terjadi sejak 1987.
Setidaknya, menurut data yang diterima BI, menjelang akhir tahun 2008, jumlah upal yang ditemukan mencapai 5.299 lembar, senilai Rp 290,297 juta. Nilainya hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya, yakni sebanyak 3.407 lembar atau senilai Rp 166,800 juta.
Untuk mengantisipasi maraknya peredaran upal jelang pemilu, Direktur Peredaran Uang Bank Indonesia Edi Siswanto mengatakan, akan melakukan sosialisasi ke masyarakat awal Februari tahun depan. Sasaran utama sosialisasi adalah masyarakat pedesaan dan daerah pinggiran. Alasannya, di daerah-daerah tersebut sangat rawan peredaran uang palsu.
Soal maraknya upal di Pemilu 2009 juga diungkapkan Pengamat intelijen Wawan Purwanto. Sebab, kata dia, para pengedar upal banyak yang memanfaatkan momen peredaran uang tunai di masyarakat, seperti saat pemilu.
Modus yang dilakukan, dengan cara menyelipkan beberapa lembar upal di antara lembaran uang asli. Cara seperti ini dianggap efektif karena pihak yang menerima uang tersebut tidak akan menyadarinya. Sebab selain telah bercampur dengan uang yang asli, hasil cetakan upal saat ini semakin mirip.
“Saat ini teknologi printer semakin canggih. Jadi kalau dilihat secara kasat mata, tidak berbeda. Kecuali bila menggunakan alat pendeteksi,” ujar Wawan, Rabu (17/12/2008).
Kecanggihan para pemalsu upal ini lantaran pelaku umumnya residivis yang sudah keluar masuk penjara karena kasus upal. Mereka, kata Wawan, pemain lama yang punya pengalaman dan keterampilan. Mereka sangat memahami metode pembuatan serta penyebaran upal tersebut ke pasaran.
“Kalau upal hasil produksi pendatang baru, mudah dikenali. Yah namanya juga coba-coba. Selain itu mereka pun mudah tertangkap karena belum tahu jaringan penyebaran upal tersebut,” jelas Wawan.
Pembuat upal tidak bisa diberantas habis lantaran hukumannya. Lagi pula pekerjaan mencetak upal sangat nyaman. Dan hasilnya lumayan, yakni ada yang 4 lembar upal berbanding 1 lembar uang asli, ada juga 2 upal berbanding 1 uang asli. Apalagi pembeli mereka sudah ada. Karena mereka sudah punya jaringan peredaran upal tersebut.
Sumber di Mabes Polri menyebutkan, hampir semua kasus upal selalu menyerempet nama-nama mantan pejabat era Soeharto. Dan upal ini kabarnya bakal digunakan untuk membiayai operasional mereka dalam memenangkan pemilu tahun depan.
Siapa yang berpotensi menggunakan upal pada Pemilu 2009? Sumber tersebut enggan menyebutkannya. Ia hanya mengatakan kalau pelakunya bisa siapa saja. Sebab, kata dia, kabar soal maraknya peredaran upal upal di ajang pemilu ini sudah terjadi sejak 1987.
Adapun pecahan upal yang diprediksi bakal meningkat adalah upal polymer pecahan Rp 100 ribu, yang terbuat dari plastik. Apalagi uang tersebut bakal ditarik dari pasaran oleh BI akhir tahun ini. Selama ini uang pecahan Rp 100.000 yang paling banyak dipalsukan.
“Yang akan ditarik BI pecahan Rp 100 ribu berbahan polymer terbitan tahun 1999. Kalau pecahan yang berbahan kertas belum ditarik,” kata Junino Yahya, Direktur Utama Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).
Junino juga mengatakan, pada dasarnya uang rupiah hampir mustahil dipalsukan. Sebab upal sangat mudah diidentifikasi. Tapi, imbuhnya, kebanyakan masyarakat masih tertipu lantaran kurang mendapat sosialisasi tentang ciri-ciri uang palsu.
Masalahnya lagi, saat ini teknologi yang digunakan para pembuat upal juga cukup canggih. Sehingga bila hanya dilihat sekilas tidak bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Tapi bila diteliti lebih jeli lagi pasti bisa ketahuan.
“Uang rupiah hingga saat ini Insya Allah hasil cetakannya tidak bisa disamakan. Tapi untuk jaga-jaga kita (Peruri) akan memanfaatkan berbagai feature pengamanan sesuai teknologi mutakhir,” pungkas pria yang sempat menjabat Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK tersebut.
Kamis, 16/04/2009 11:10 WIB
Peredaran Uang Palsu Meningkat di Masa Kampanye
Herdaru Purnomo - detikFinance
(Foto: dok detikFinance)
Jakarta - Peredaran uang palsu terus bertambah, termasuk pada masa-masa kampanye pemilu. Hingga Maret 2009, Polri menemukan uang palsu sebanyak 15.569 lembar sementar bank menemukan 5.855 lembar.
Menurut Deputi Gubernur S Budi Rochadi, pada masa kampanye pemilu jumlah peredaran uang memang meningkat 10-20 persen. Hal ini berarti porsi peredaran uang palsu juga meningkat.
"Dalam situasi sempit (seperti Pemilu) uang palsu yang beredar diperkirakan akan bertambah," jelas Budi usai membuka Diskusi Panel "Arah Dan Strategi Kebijakan Penanggulangan Pemalsuan Rupiah" di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (16/04/2009).
Bank Indonesia juga mencatat jika pada 2004 terdapat tujuh lembar uang palsu per satu juta lembar uang rupiah asli, maka pada 2007 bertambah jadi delapan lembar uang palsu per satu juta lembar uang rupiah asli.
"Di tahun 2008 bertambah kembali menjadi sembilan lembar uang palsu per-satu juta lembar uang Rupiah asli," ujarnya.
BI berharap, harus ada keseragaman sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku pemalsuan, berupa sanksi yang berat dan persamaan persepsi antar penegak hukum, pemalsu uang jangan disamakan dengan pemalsu dokumen.
Berdasarkan data Mabes POLRI, jumlah kasus pemalsuan uang ditahun 2008 mencapai 61 kasus dengan jumlah tersangka mencapai 93 orang.
Di tempat yang sama, Kepala staf harian Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal), Landjar Sutarno mengatakan terdapat 26.456 lembar uang palsu yang beredar selama tahun 2008 dengan nominal Rp 1.547.755.000.
"Uang palsu yang dihasilkan dari tindak kejahatan pemalsuan, apabila dilakukan dalam jumlah besar berpotensi menimbulkan dampak yang sangat kompleks dan strategis dapat mengganggu kebijakan moneter dan fiskal," ujar Landjar.
Hal tersebut, lanjut Landjar, juga menimbulkan keresahan dan kekacauan sosial yang meluas dan pada gilirannya sampai kepada timbulnya instabilitas keamanan negara.
Sementara itu, Wakil Direktur II Ekonomi Khusus, Bareskrim POLRI, Kombes Pol Drs Subagyo mengatakan, upaya penanggulangan peredaran uang palsu dibagi kepada tiga tahapan.
"Pertama yakni tindakan Pre Emtif, yaitu kegiatan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat, kemudian yang kedua yaitu tindakan Preventif, yaitu pengawasan-pengawasan di tempat percatakan uang asli, toko percetakan, dan tempat-tempat bertransaksi yang menggunakan uang cash," papar Subagyo.
Yang ketiga, lanjut Subagyo, yakni tindakan represif dalam bentuk penyelidikan kepada para pelaku kejahatan pemalsuan mata uang guna mengungkap jaringan pembuatan maupun pendistribusian uang palsu.
"Kita akan terus berusaha dalam mengungkap kejahatan terhadap mata uang," pungkasnya.
(dru/lih)
Jutaan Uang Palsu Beredar Jelang Pemilu
Rabu, 08 April 2009 14:58
SIMPUL - Jumlah uang palsu (upal) beredar menjelang Pemilu 2009, di wilayah kerja Bank Indonesia (BI) Jember yang meliputi Kabupaten Jember, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi, Jatim, selama tiga bulan terakhir mencapai puluhan juta rupiah.
Kasir muda BI Jember, Sugeng Yayok, Rabu (8/4/2009), menuturkan, jumlah peredaran upal sejak Januari hingga Maret di wilayah kerja BI Jember mencapai Rp 52 juta dengan jumlah lembarannya mencapai 892 lembar.
Ia mengungkapkan, pada bulan Januari jumlah upal mencapai 345 lembar dengan nominal Rp19,7 juta, Februari sebanyak 256 lembar dengan nominal Rp14,8 juta dan Maret sebanyak 291 dengan nominal Rp16 juta.
“Upal yang ada sebagian besar pecahan lima puluh ribuan,” katanya menerangkan. Sebelumnya, Pemimpin BI Jember, Rasjid Madjid, memprediksi akan terjadi peningkatan peredaran upal menjelang Pemilu 2009. Ia mencontohkan, terjadinya peningkatan upal menjelang pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur pada Oktober tahun 2008 yang mencapai 366 lembar dengan nominal Rp 21,8 juta, sedangkan bulan sebelumnya jumlah upal hanya sekitar 200 lembar hingga 300 lembar saja.
“BI meminta masyarakat untuk tetap waspada terhadap upal yang beredar menjelang pemilu dan pemilu presiden tahun ini,” katanya mengimbau. Selama ini, kata dia, BI sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang keaslian uang rupiah di wilayah kerja BI Jember.
http://www.surya.co.id/2009/04/08/jelang-pemilu-beredar-jutaan-uang-palsu/
BAB III
KESIMPULAN
1)Masyarakat diharapkan tetap lebih teliti dan jeli dalam setiap transaksi, karena uang palsu akan sulit diketahui bila hanya beredar di tingkat masyarakat bawah, seperti transaksi di pasar tradisional. Masyarakatlah yang harus jeli mendeteksi keberadaan uang palsu itu, sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan BI.
2)Diadakannya sosialisasi, sasarannya utama sosialisasi adalah masyarakat pedesaan dan daerah pinggiran. Tidak saja mengenai ciri-ciri uang palsu tetapi juga bagaimana memperlakukan uang dengan baik dan benar, sehingga peredaran uang palsu dapat dikurangi dan fisik uang tidak cepat lusuh dan rusak.
3)Untuk menghindari banyaknya uang palsu beredar, Mabes Polri akan bekerja sama dengan Peruri, BI, dan perbankan yang ada serta BIN (Badan Intelijen Negara) akan dilibatkan untuk mengawasi banyaknya uang palsu yang beredar.
4)Penegakan hukum terhadap kasus pemalsuan uang perlu ditindak tegas sehingga sanksi yang diterima sesuai dengan KUHP pasal 244 dan pasal 245.
Daftar Pustaka/Sumber:
http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=2170
http://www.kalimantanpost.com/kandangan/371-bi-sosialisasi-ciri-uang-palsu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar