F. Antonius Alijoyo - Wednesday, December 4 2002
Kolom Corporate Governance bulan lalu mengulas secara singkat Corporate Code of Conduct yang memuat nilai-nilai etika berusaha sebagai salah satu pelaksanaan kaidah-kaidah Good Corporate Governance (GCG). Mengapa perusahaan perlu menerapkan nilai-nilai etika berusaha?
Jawabannya adalah dengan adanya praktek etika berusaha dan kejujuran dalam berusaha dapat menciptakan aset yang langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Ini dibuktikan dalam kasus biskuit Arnotts di Australia. Pada suatu saat perusahaan yang memproduksi biskuit Arnotts diberitahukan oleh orang yang hendak memeras perusahaan tersebut bahwa salah satu kemasan produknya berisi biskuit yang beracun. Kemasan beracun tersebut sudah didistribusikan ke seluruh kota di Australia dan tidak ada yang tahu kemasan mana yang mengandung racun kecuali orang yang hendak memeras tersebut. Perusahan produsen biskuit Arnotts memiliki dua pilihan: membayar orang yang hendak memeras tersebut dengan sejumlah uang untuk memberitahukan kemasan mana yang beracun atau menarik seluruh produknya yang telah didistribusikan.
Perusahaan akan memiliki kerugian yang lebih besar apabila menarik seluruh produk yang telah didistribusikan. Namun, dengan mendasarkan pada Corporate Code of Conduct-nya yang menempatkan keselamatan konsumen adalah yang utama perusahaan akhirnya memilih untuk menarik produk-produknya dan memusnahkannya. Perusahaan memang mengalami kerugian pada saat itu. Namun, dengan begitu telah tertanam kepercayaan pada konsumen biskuit Arnotts kalau perusahaan produsen biskuit Arnotts adalah produsen yang menempatkan konsumennya dalam prioritas yang paling tinggi. Ternyata enam bulan kemudian pendapatan perusahaan produsen biskuit Arnotts naik tiga kali lipat!
Contoh yang lainnya adalah kasus Anhauser Busch. Anhauser Busch adalah produsen bir dalam kemasan kaleng yang sangat terkenal di Amerika Serikat dengan merek dagang Budweiser. Kebiasaan pria di Amerika Serikat dalam mengkonsumsi bir Budweiser adalah meremas-remas kaleng minuman hingga rata lalu membuangnya dengan membanting kaleng tersebut. Dampak dari kebiasaan ini menjadikan banyaknya sampah kaleng dengan merek dagang Budweiser. Ini menimbulkan keprihatinan perusahaan yang memproduksinya karena bagaimanapun juga hal ini akan membuat citra perusahaan dan produknya menjadi jelek di mata masyarakat.
Dari sinilah timbul ide produsen Budweiser untuk mendaur-ulang sampah kaleng tersebut untuk kemudian dipergunakan kembali dalam bentuk dan produk yang bermacam-macam. Didirikanlah perusahaan yang khusus menangani proses daur ulang dan memasarkannya kepada masyarakat. Wujud kepedulian produsen Budweiser terhadap kebersihan lingkungan hidup membuahkan hasil di mana bisnis proses daur ulang yang dirintisnya sampai saat ini menyerap ribuan tenaga kerja dan memiliki total aset lebih dari 3 milyar US dollar!
Nilai-nilai etika berusaha seperti yang tercermin dari dua kasus tersebut dianjurkan untuk diinstitusionalisasi dalam suatu Corporate Code of Conduct yang didalamnya dirinci apa yang “boleh” dan “tidak boleh” dlakukan oleh perusahaan dan individu-individu dalam perusahaan. Pedoman tersebut harus menjadi acuan perusahaan dalam menghadapi pelanggannya, para pemasok, kontraktor, pejabat pemerintah dan pihak-pihak lainnya yang mempunyai hubungan dengan perusahaan. Di sini diatur termasuk “budaya amplop”, gift, dan sejenisnya. Bentuk Corporate Code of Conduct yang lebih luas lagi adalah yang mencakup semua hal-hal tersebut ditambah dengan kebijakan perusahaan tentang Corporate Social Responsibility yang mempunyai dampak pada masyarakat umumnya.
Dibuat dan diterapkannya suatu Corporate Code of Conduct adalah sebuah proses terbuka yang dilakukan dengan cara yang transparan dan adil. Hal ini memudahkan konsultasi dengan staf perusahaan bila ada elemen atau bagian dari Corporate Code of Conduct tersebut yang membutuhkan diskusi dan penjelasan lebih jauh. Corporate Code of Conduct tersebut juga akan mengirimkan isyarat yang tepat kepada mereka di dalam dan di luar perusahaan untuk berpegang pada standar pengelolaan tertentu dalam aktifitasnya. Nilai-nilai dan prinsip-prinsip di dalam Corporate Code of Conduct hendaknya konsisten karena standar ganda hanya akan menggerogoti kredibitas pimpinan, menimbulkan kekacauan dan mengikis keefektifan Corporate Code of Conduct tersebut.
Sebagaimana ungkapan: “berpikirlah menurut kata hati; ungkapkanlah apa yang dipikirkan; lalu kerjakanlah apa yang diungkapkan”, demikian pula halnya dalam hal implementasi Corporate Code of Conduct di suatu perusahaan. Tanpa melihat betapa banyaknya atau betapa sedikitnya, hal yang benar selalu akan benar bila kejujuran dan integritas bertemu dengan keadilan dan transparansi dimana hati, pikiran, ucapan dan perbuatan selalu selaras. Marilah kita memulainya bersamasama di Indonesia.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar