Jumat, 01 Januari 2010

Politik Uang Makin Marak dalam Kampanye

Senin, 25 Mei 2009 | 22:35 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Lembaga pemerhati korupsi, Indonesia Corruption Watch, menemukan 150 politik uang selama masa kampanye. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Ibrahim Fahmi Badoh, mengatakan temuan ini berdasarkan pemantauan di empat kota, yaitu Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.

"Terjadi peningkatan dibanding penelitian pada Pemilihan 2004 di 11 daerah," kata Fahmi dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (25/5).

Menurut Fahmi, modus terbanyak politik uang adalah pembagian uang secara langsung yang mencapai 113 kasus. Sisanya antara lain melalui pembagian bahan pokok sebanyak 16 kasus, pembagian kartu telepon seluler lima kasus, pemberian barang elektronik sebanyak delapan kasus.

Fahmi menilai terjadi pergeseran pelaku dan modus kecurangan. Pelaku kecurangan pada Pemilihan 2004 didominasi oleh partai politik, sedangkan pada masa kampanye 2009 politik uang lebih banyak dilakukan oleh para calon legislator. "Besar kemungkinan sistem suara terbanyak meningkatkan jumlah politik uang," ujarnya.

ICW juga mencatat selama masa kampanye terjadi 54 indikasi penyalahgunaan jabatan. Kasus paling banyak, yaitu 26 kasus, merupakan mobilisasi pegawai negeri sipil. Berikutnya, penggunaan kendaraan dinas sebanyak 13 kasus, dan penggunaan rumah pelibatan pejabat daerah dalam kampanye sebanyak tiga kasus.

Mobilisasi pegawai negeri dan penggunaan fasilitas jabatan, kata Fahmi, merupakan indikasi korupsi. Pasalnya, fasilitas jabatan dan pegawai negeri dibiayai oleh anggaran negara.

Mantan anggota Panitia Pengawas Pemilihan Umum, Topo Sansotos, mengatakan meski laporan dana kampanye dipenuhi kecurangan, sulit menindaknya secara pidana. Pasalnya, Kepolisian dan Kejaksaan sudah menutup pintu penindaklanjutan pidana pemilihan. "Jadi memang pelaporan dana kampanye hanya bersifat normatif," ujarnya.

Topo juga menilai maraknya indikasi korupsi dan politik uang menunjukkan ketidaksiapan penyelenggara pemilihan, pengawas, penegak hukum, dan juga masyarakat dalam menghadapi modus baru kejahatan kampanye.

Ketidaksiapan ini salah satunya disebabkan perubahan kerangka hukum penyelenggaraan pemilihan. "Sistem suara terbanyak, misalnya, mengakibatkan munculnya aktor kejahatan baru, yaitu para calon legislator," ujarnya.

PRAMONO

Sumber: 
http://www.tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009_berita_mutakhir/2009/05/25/brk,20090525-178077,id.html 


Tidak ada komentar: