Setelah sektor perbankan sukses menerapkan konsep syariah yang dimotori oleh Bank Muamalat Indonesia (BMI), kini konsep tersebut mulai merambah sektor ekonomi lainnya seperti asuransi, pasar modal, obligasi, reksadana, pegadaian, modal ventura, dan pasar uang. Tidak tertutup kemungkinan konsep syariah juga akan mewarnai bisnis di sektor riil, termasuk kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK).
Maraknya penerapan konsep syariah itu bukanlah semata karena trend yang sifatnya temporal. Karena konsep syariah mempunyai kekuatan berupa prinsip-prinsip yang abadi sejalan dengan fitrah manusia itu sendiri. Beberapa prinsip itu antara lain:
1. Bisnis berbasis syariah menempatkan kepentingan dunia dan akhirat secara berimbang, sehingga manusia tidak semata dilihat sebagai zoon economicon (semata untuk mencari kepuasan materi) tetapi juga melihat keberhasilan di dunia ini sebagai jembatan emas menuju kebahagian di akhirat (fiddunnya hasanah wafilaakhirati hasanah).
2. Bisnis syariah lebih berwawasan lingkungan, karena dalam menjalankan aktivitasnya tidak boleh melakukan kerusakan (wala tufsidu filardh).
3. Bisnis syariah didasarkan pada kejujuran (shiddiq), sehingga pihak yang terlibat tidak khawatir ditipu atau dikhianati. “Pedagang (pengusaha) yang jujur lagi terpercaya, akan dibangkitkan dan dimasukkan ke surga bersama-sama dengan para nabi dan syuhada.” (HR. Tarmidzi dan Hakim).
4. Amanah, sehingga semua kewajiban dan tanggung-jawab dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
5. Bisnis syariah tidak mengenal sikap atau tindakan yang spekulatif dan manipulatif.
6. Bill hasanah, dengan kebaikan, sehingga tidak menganal praktek sogok-menyogok, kolusi, unfair competition, monopoli dan lain-lain.
7. Bisnis syariah juga mencakup tanggungjawab sosial (social responsibility), bahwa keuntungan yang diperoleh tidak seluruhnya menjadi hak pengusaha tetapi juga ada hak bagi orang lain yang harus dikeluarkan dalam bentuk zakat, infaq dan sadaqah.
2. Bisnis syariah lebih berwawasan lingkungan, karena dalam menjalankan aktivitasnya tidak boleh melakukan kerusakan (wala tufsidu filardh).
3. Bisnis syariah didasarkan pada kejujuran (shiddiq), sehingga pihak yang terlibat tidak khawatir ditipu atau dikhianati. “Pedagang (pengusaha) yang jujur lagi terpercaya, akan dibangkitkan dan dimasukkan ke surga bersama-sama dengan para nabi dan syuhada.” (HR. Tarmidzi dan Hakim).
4. Amanah, sehingga semua kewajiban dan tanggung-jawab dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
5. Bisnis syariah tidak mengenal sikap atau tindakan yang spekulatif dan manipulatif.
6. Bill hasanah, dengan kebaikan, sehingga tidak menganal praktek sogok-menyogok, kolusi, unfair competition, monopoli dan lain-lain.
7. Bisnis syariah juga mencakup tanggungjawab sosial (social responsibility), bahwa keuntungan yang diperoleh tidak seluruhnya menjadi hak pengusaha tetapi juga ada hak bagi orang lain yang harus dikeluarkan dalam bentuk zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam sistem perekonomian global, konsep ekonomi syariah juga telah teruji ketangguhannya. Sebagai contoh, ketika hampir semua bisnis konvensional mengalami kesulitan pada saat krisis melanda beberapa negara termasuk Indonesia, ternyata kondisi itu tidak terjadi di Malaysia yang lebih dahulu menerapkan prinsip ekonomi syariah. Dengan kata lain, konsep yang selama ini melandasi bisnis modern, baik ekonomi kapitalis maupun sosialis, ternyata hanya menghasilkan kemakmuran semu.
World Bank dan IMF juga telah mengkaji kemungkinan pemberian pinjaman dengan menggunakan prinsip syariah setelah dianggap gagal memulihkan ekonomi negara-negara berkembang yang umumnya negara Islam. Hal ini membuktikan bahwa ekonomi syariah tidak hanya baik karena prinsip moralnya, tetapi juga baik dari segi pendekatan bisnis itu sendiri.
Pertimbangan lain untuk menggagas bisnis yang berbasis syariah dilandasi oleh suatu kenyataan semakin mengkristalnya dikotomi antara bisnis dan moral. Hal ini erat kaitannya dengan prinsip ekonomi global berdasarkan paham kapitalis-liberal yang hanya melihat kebutuhan manusia dari aspek fisik (materialisme), sehingga bisnis menjadi sangat pragmatis, individualis, dan eksploitatif.
Adam Smith yang dikenal sebagai Bapak Ekonomi, secara jelas mengatakan bahwa transaksi ekonomi (jual beli) yang terjadi antara pembeli dengan penjual bukan karena suatu kebaikan, tetapi karena keserakahan masing masing pihak. Implikasinya dalam kehidupan bisnis adalah munculnya pragmatisme yang menganggap:
1. Bisnis itu immoral, bahwa bisnis adalah dunia yang kotor dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
2. Bisnis itu amoral, bahwa bisnis adalah aktifitas yang netral secara moral. Moral dan bisnis merupakan dua dunia yang berbeda. Bagi para pelaku bisnis, moral adalah urusan pribadi, dan dunia bisnis mempunyai kode etik tersendiri.
3. Business of business is business, bahwa tugas bisnis (produksi, distribusi, penjualan, dan pembelian barang dan jasa) adalah untuk memperoleh keuntungan (maksimalisasi laba) dan menolak segala menyangkut tanggung jawab sosial dari perusahaan.
World Bank dan IMF juga telah mengkaji kemungkinan pemberian pinjaman dengan menggunakan prinsip syariah setelah dianggap gagal memulihkan ekonomi negara-negara berkembang yang umumnya negara Islam. Hal ini membuktikan bahwa ekonomi syariah tidak hanya baik karena prinsip moralnya, tetapi juga baik dari segi pendekatan bisnis itu sendiri.
Pertimbangan lain untuk menggagas bisnis yang berbasis syariah dilandasi oleh suatu kenyataan semakin mengkristalnya dikotomi antara bisnis dan moral. Hal ini erat kaitannya dengan prinsip ekonomi global berdasarkan paham kapitalis-liberal yang hanya melihat kebutuhan manusia dari aspek fisik (materialisme), sehingga bisnis menjadi sangat pragmatis, individualis, dan eksploitatif.
Adam Smith yang dikenal sebagai Bapak Ekonomi, secara jelas mengatakan bahwa transaksi ekonomi (jual beli) yang terjadi antara pembeli dengan penjual bukan karena suatu kebaikan, tetapi karena keserakahan masing masing pihak. Implikasinya dalam kehidupan bisnis adalah munculnya pragmatisme yang menganggap:
1. Bisnis itu immoral, bahwa bisnis adalah dunia yang kotor dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
2. Bisnis itu amoral, bahwa bisnis adalah aktifitas yang netral secara moral. Moral dan bisnis merupakan dua dunia yang berbeda. Bagi para pelaku bisnis, moral adalah urusan pribadi, dan dunia bisnis mempunyai kode etik tersendiri.
3. Business of business is business, bahwa tugas bisnis (produksi, distribusi, penjualan, dan pembelian barang dan jasa) adalah untuk memperoleh keuntungan (maksimalisasi laba) dan menolak segala menyangkut tanggung jawab sosial dari perusahaan.
Konsekwensi bisnisnya adalah munculnya kelompok-kelompok yang kaya dan kuat disatu pihak dan kelompok-kelompok yang lemah dilain pihak. Dalam konteks antar-negara, ada kelompok negara-negara kaya (industri maju atau kelompok G-7) dan kelompok negara-negara miskin (negara berkembang atau kelopok selatan-selatan). Dalam dunia bisnis lahirlah perusahaan-perusahaan multinasional (multinational corporation) yang berkantor pusat di negara kuat (kaya) tetapi kegiatan usahanya menggurita ke negara-negara miskin. Belum lagi badan-badan dunia seperti PBB, IMF, dan World Bank, yang kesemuanya bertujuan untuk melanggengkan eksploitasi negara-negara kuat (kaya) terhadap negara-negara miskin.
Dalam lingkup nasional, telah lahir konglomerasi yang menguasai semua aspek bisnis, mulai dari hulu sampai hilir, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK). Dengan kondisi seperti itu, sulit bagi UMKMK untuk tumbuh dan berkembang, sehingga kelompok (orang) yang kaya akan semakin kaya dan kelompok yang miskin akan semakin miskin. Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin melebar, sehingga menimbulkan potensi konflik yang setiap saat bisa mengganggu perekonomi.
Kondisi seperti inilah yang telah menyeret Indonesia ke dalam krisis multidimesi yang berkepanjangan. Malahan di saat seluruh potensi dikerahkan untuk bangkit dari keterpurukan, Indonesia justru dihadapkan dengan berbagai konflik horizontal yang terjadi silih berganti. Semua kejadian itu bukan suatu kebetulan, tetapi merupakan dampak dari penerapan sistem perekonomian yang tidak bersumber pada nilai-nilai fitrah manusia.
Oleh karena itu, dalam upaya menata kembali perekonomian nasional, sudah saatnya untuk terlebih dahulu mengupayakan penerapan konsep bisnis syariah, dengan menempatkan UMKMK sebagai pelaku utamanya. Dengan melaksanakan konsep bisnis syariah dalam lingkup UMKMK, diharapkan akan mampu membangkitkan kembali perekonomian nasional. Hal tersebut cukup beralasan karena didasarkan atas pertimbangan sbb:
Dalam lingkup nasional, telah lahir konglomerasi yang menguasai semua aspek bisnis, mulai dari hulu sampai hilir, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK). Dengan kondisi seperti itu, sulit bagi UMKMK untuk tumbuh dan berkembang, sehingga kelompok (orang) yang kaya akan semakin kaya dan kelompok yang miskin akan semakin miskin. Akibatnya, kesenjangan ekonomi semakin melebar, sehingga menimbulkan potensi konflik yang setiap saat bisa mengganggu perekonomi.
Kondisi seperti inilah yang telah menyeret Indonesia ke dalam krisis multidimesi yang berkepanjangan. Malahan di saat seluruh potensi dikerahkan untuk bangkit dari keterpurukan, Indonesia justru dihadapkan dengan berbagai konflik horizontal yang terjadi silih berganti. Semua kejadian itu bukan suatu kebetulan, tetapi merupakan dampak dari penerapan sistem perekonomian yang tidak bersumber pada nilai-nilai fitrah manusia.
Oleh karena itu, dalam upaya menata kembali perekonomian nasional, sudah saatnya untuk terlebih dahulu mengupayakan penerapan konsep bisnis syariah, dengan menempatkan UMKMK sebagai pelaku utamanya. Dengan melaksanakan konsep bisnis syariah dalam lingkup UMKMK, diharapkan akan mampu membangkitkan kembali perekonomian nasional. Hal tersebut cukup beralasan karena didasarkan atas pertimbangan sbb:
1. Keberhasilan di sektor-sektor ekonomi lainnya yang telah lebih dahulu berbasis syariah, seperti sektor perbankan dan asuransi.
2. Kondisi sosiokultural masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dan merupakan masyarakat muslim terbesar di dunia.
3. Ditopang dengan etika bisnis, berdasarkan prinsip moralitas yang memberikan aturan dan petunjuk kongkrit bagi manusia untuk berprilaku baik dan menghindari perilaku yang tidak baik.
4. Mulai dirasakan pentingnya etika dan moral dalam interaksi bisnis, termasuk dalam bisnis global.
5. Dimungkinkan penyelesaian atas sengketa bisnis dengan prinsi-prinsip syariah, yakni melalui BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia).
2. Kondisi sosiokultural masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dan merupakan masyarakat muslim terbesar di dunia.
3. Ditopang dengan etika bisnis, berdasarkan prinsip moralitas yang memberikan aturan dan petunjuk kongkrit bagi manusia untuk berprilaku baik dan menghindari perilaku yang tidak baik.
4. Mulai dirasakan pentingnya etika dan moral dalam interaksi bisnis, termasuk dalam bisnis global.
5. Dimungkinkan penyelesaian atas sengketa bisnis dengan prinsi-prinsip syariah, yakni melalui BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia).
Diharapkan dengan penerapan prinsip ekonomi berbasis syariah sebagai upaya penguatan ekonomi kerakyatan, akan mampu memperkokoh sendi-sendi perekonomian nasional dimana UMKMK sebagai pondasi utamanya. Dengan sendirinya kesenjangan ekonomi bisa dipersempit, sehingga energi untuk menangani konflik-konflik horizontal bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan.
*) Oleh Suryaddin (Penulis adalah Karyawan PNM Cabang Makassar)
*) Oleh Suryaddin (Penulis adalah Karyawan PNM Cabang Makassar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar