12 Nopember 2009
JAKARTA- Nilai bisnis industri periklanan tahun 2009 ini diperkirakan mencapai Rp 53 triliun. Sementara untuk pertumbuhan tahun 2010 ditaksir bakal naik 15 persen menjadi bisa mencapai Rp 60 trilliun.
Untuk tahun 2009 ini, belanja iklan didominasi industri telekomunikasi dan partai politik.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan) Indonesia Harris Thajeb seusai penandatanganan nota kesepahaman dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Jakarta, kemarin.
MOU ditandatangani oleh Ketua Umum PPPI dan Ketua KPI Sasa Djuarsa dengan tujuan untuk mendorong efektifitas Etika Pariwara Indonesia (EPI) terhadap beragam pariwara yang muncul di media massa, khususnya televisi.
Harris Thajeb menjelaskan pariwara atau iklan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang cukup tinggi di Indonesia.
Terlebih dengan semakin ketatnya persaingan bisnis, maka iklan menjadi sarana komunikasi utama untuk merebut pasar. Sehingga kreativitas dan inovasi menjadi keharusan agar iklan dapat menarik konsumen.
’’Sayangnya, tidak semua iklan efektif dan etis karena sebagian justru melanggar EPI,’’kata dia. Nantinya, lanjut Harris, BPP (Badan Pengawas Periklanan) PPPI akan melakukan post monitoring setelah iklan tersebut tayang di televisi.
Namun BPP PPPI bukanlah lembaga sensor karena kewenangan tersebut sudah dilakukan oleh Badan Sensor Indonesia.
Selama ini, sistem pengawasan iklan yang beredar di masyarakat dilakukan oleh BPP yang bernaung dibawah payung lembaga PPPI. BPP bertugas menyosialisasikan kode etik periklanan di tanah air dan pembinaan kepada para anggotanya dalam menghasilkan karya-karya pariwara agar sejalan dengan Etika Pariwara Indonesia.
Saat ini PPPI, yang berdiri sejak 1972, memiliki anggota tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data BPP PPPI periode 2005-2008, ditemukan 346 iklan bermasalah dan sekitar 277 iklan dinyatakan telah melanggar etika pariwara.
Kebanyakan pelanggaran tersebut terkait dengan penggunaan istilah atau kata yang yang bersifat superlatif tanpa bukti pendukung yang obyektif. Hingga Oktober 2009, ditemukan 150 kasus iklan bermasalah dan 100 diantaranya dinyatakan melanggar kode etik.
Pelanggaran Etika Meski demikian terjadi peningkatan kepedulian dari biro iklan terhadap EPI dalam beberapa waktu.
Periode Januari - Juni 2009 ditemukan 68 pelanggaran iklan, namun hanya 25 kasus ditanggapi secara positif sedangkan 34 kasus lainnya tidak ditanggapi oleh biro iklan, adapun 9 kasus lainnya tidak diketahui alamat biro iklannya.
Nantinya, pascanota kesepahamanan ini, BPP PPPI, bersama KPI akan lebih efektif mengatasi berbagai pelanggaran etika yang akan terjadi ke depan.
Meski demikian, monitoring tersebut juga tidak berhasil tanpa dukungan berbagai pihak, seperti masyarakat, LSM, media periklanan, pengiklan maupun biro iklan agar mau melaporkan jika terjadi dugaan pelanggaran dalam beriklan.(bn-59)
Sumber:
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/11/12/87827/2010..Belanja.Iklan.Mencapai.Rp.60.T
JAKARTA- Nilai bisnis industri periklanan tahun 2009 ini diperkirakan mencapai Rp 53 triliun. Sementara untuk pertumbuhan tahun 2010 ditaksir bakal naik 15 persen menjadi bisa mencapai Rp 60 trilliun.
Untuk tahun 2009 ini, belanja iklan didominasi industri telekomunikasi dan partai politik.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan) Indonesia Harris Thajeb seusai penandatanganan nota kesepahaman dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) di Jakarta, kemarin.
MOU ditandatangani oleh Ketua Umum PPPI dan Ketua KPI Sasa Djuarsa dengan tujuan untuk mendorong efektifitas Etika Pariwara Indonesia (EPI) terhadap beragam pariwara yang muncul di media massa, khususnya televisi.
Harris Thajeb menjelaskan pariwara atau iklan menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang cukup tinggi di Indonesia.
Terlebih dengan semakin ketatnya persaingan bisnis, maka iklan menjadi sarana komunikasi utama untuk merebut pasar. Sehingga kreativitas dan inovasi menjadi keharusan agar iklan dapat menarik konsumen.
’’Sayangnya, tidak semua iklan efektif dan etis karena sebagian justru melanggar EPI,’’kata dia. Nantinya, lanjut Harris, BPP (Badan Pengawas Periklanan) PPPI akan melakukan post monitoring setelah iklan tersebut tayang di televisi.
Namun BPP PPPI bukanlah lembaga sensor karena kewenangan tersebut sudah dilakukan oleh Badan Sensor Indonesia.
Selama ini, sistem pengawasan iklan yang beredar di masyarakat dilakukan oleh BPP yang bernaung dibawah payung lembaga PPPI. BPP bertugas menyosialisasikan kode etik periklanan di tanah air dan pembinaan kepada para anggotanya dalam menghasilkan karya-karya pariwara agar sejalan dengan Etika Pariwara Indonesia.
Saat ini PPPI, yang berdiri sejak 1972, memiliki anggota tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan data BPP PPPI periode 2005-2008, ditemukan 346 iklan bermasalah dan sekitar 277 iklan dinyatakan telah melanggar etika pariwara.
Kebanyakan pelanggaran tersebut terkait dengan penggunaan istilah atau kata yang yang bersifat superlatif tanpa bukti pendukung yang obyektif. Hingga Oktober 2009, ditemukan 150 kasus iklan bermasalah dan 100 diantaranya dinyatakan melanggar kode etik.
Pelanggaran Etika Meski demikian terjadi peningkatan kepedulian dari biro iklan terhadap EPI dalam beberapa waktu.
Periode Januari - Juni 2009 ditemukan 68 pelanggaran iklan, namun hanya 25 kasus ditanggapi secara positif sedangkan 34 kasus lainnya tidak ditanggapi oleh biro iklan, adapun 9 kasus lainnya tidak diketahui alamat biro iklannya.
Nantinya, pascanota kesepahamanan ini, BPP PPPI, bersama KPI akan lebih efektif mengatasi berbagai pelanggaran etika yang akan terjadi ke depan.
Meski demikian, monitoring tersebut juga tidak berhasil tanpa dukungan berbagai pihak, seperti masyarakat, LSM, media periklanan, pengiklan maupun biro iklan agar mau melaporkan jika terjadi dugaan pelanggaran dalam beriklan.(bn-59)
Sumber:
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/11/12/87827/2010..Belanja.Iklan.Mencapai.Rp.60.T
Tidak ada komentar:
Posting Komentar